Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan tanaman hortikultura
musiman yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Namun pada saat-saat tertentu
sering mengalami banjir produksi sehingga harganya anjlok. Diperparah lagi
dengan kebijakan impor yang diterapkan pemerintah yang seringkali memperparah
kejatuhan harga bawang merah di pasaran.
Untuk menghindari fluktuasi harga
yang sangat merugikan petani, perlu upaya untuk melakukan budidaya bawang merah
diluar musim. Seiring dengan pembatasan kegiatan budidaya di musim-musim
puncak.
Budidaya bawang merah memerlukan
penyinaran matahari lebih dari 12 jam sehari. Tanaman ini cocok dibudidayakan
di dataran rendah dengan ketinggian 0 hingga 900 meter dari permukaan laut.
Suhu optimum untuk perkembangan tanaman bawang merah berkisar 25-32 derajat
celcius. Sedangkan keasaman tanah yang dikehendaki sekitar pH 5,6-7.
Kali ini alamtani mencoba menguraikan
langkah-langkah teknis yang perlu disiapkan untuk melakukan usaha budidaya
bawang merah. Cara menanam bawang merah ini disarikan dari pengalaman para
petani bawang di Brebes, Jawa Tengah. Berebes merupakan salah satu sentra
budidaya bawang merah terbesar di Indonesia.
Benih bawang merah
Varietas benih untuk budidaya bawang
merah cukup banyak. Ada benih lokal hingga benih hibrida impor. Bentuk benihnya
ada yang dari biji, ada juga berupa umbi. Kebanyakan budidaya bawang merah di
sentra-sentra produksi menggunakan umbi sebagai benih.
Benih bawang merah yang baik berasal
dari umbi yang dipanen tua, lebih dari 80 hari untuk dataran rendah dan 100
hari dataran tinggi. Benih bawang merah yang baik setidaknya telah disimpan 2-3
bulan. Ukuran benih sekitar 1,5-2 cm dengan bentuk yang bagus, tidak cacat,
berwarna merah tua mengkilap.
Kebutuhan benih untuk budidaya bawang
werah tergantung dengan varietas, ukuran benih dan jarak tanam. Untuk jarak
tanam 20×20 dengan bobot umbi 5 gram dibutuhkan sekitar 1,4 ton benih per
hektar. Untuk bobot yang sama dengan jarak tanam 15×15 dibutuhkan 2,4 ton per
hektar. Bila bobot umbi lebih kecil, kebutuhan umbi per hektarnya lebih sedikit
lagi.
Pengolahan tanah
dan penanaman
Tanah dibuat bedengan dengan lebar
1-1,2 meter, tinggi 20-30 cm dan panjang sesusai dengan kondisi kebun. Jarak
antar bedengan 50 cm, sekaligus dijadikan parit sedalam 50 cm. Cangkul bedengan
sedalam 20 cm, gemburkan tanahnya. Bentuk permukaan atau bagian atas bedengan
rata, tidak melengkung.
Tambahkan kapur atau dolomit sebanyak
1-1,5 ton per hektar apabila keasaman tanah kurang dari pH 5,6. Penambahan
kapur setidaknya diberikan 2 minggu sebelum tanam.
Gunakan 15-20 pupuk kompos atau pupuk kandang sebagai
pupuk dasar. Tebarkan pupuk di atas bedengan dan aduk dengan tanah hingga
merata. Bisa juga ditambahkan urea, ZA, SP-36 dan KCL sebanyak 47 kg, 100 kg,
311 kg dan 56 kg setiap hektarnya. Campur pupuk buatan tersebut sebelum
diaplikasikan. Biarkan selama satu minggu sebelum bedengan ditanami.
Siapkan benih atau umbi bawang merah
yang siap tanam. Apabila umur umbi masih kurang dari 2 bulan, lakukan pemogesan
terlebih dahulu. Pemogesan adalah pemotongan bagian ujung umbi, sekitar 0,5 cm.
Fungsinya untuk memecahkan masa dorman dan mempercepat tumbuhnya tananaman.
Jarak tanam untuk budidaya bawang
merah pada saat musim kemarau dipadatkan hingga 15×15 cm. Sedangkan pada musim
hujan setidaknya dibuat hingga 20×20 cm. Benih bawang merah ditanam dengan cara
membenamkan seluruh bagian umbi kedalam tanah.
Perawatan budidaya
bawang merah
Penyiraman pada budidaya bawang merah
hendaknya dilakukan sehari dua kali setiap pagi dan sore. Setidaknya hingga
tanaman berumur 10 hari. Setelah itu, frekuensi penyiraman bisa dikurangi
hingga satu hari sekali.
Pemupukan susulan diberikan setelah
tanaman bawang merah berumur 2 minggu. Jenis pupuk terdiri dari campuran urea,
ZA, dan KCl yang diaduk rata. Komposisi masing-masing pupuk sebanyak 93 kg, 200
kg dan 112 kg untuk setiap hektarnya. Pemupukan susulan selanjutnya diberikan
pada minggu ke-5 dengan komposisi urea, ZA, KCl sebanyak 47 kg, 100 kg, 56 kg
per hektar. Pemupukan diberikan dengan membuat garitan disamping tanaman.
Penyiangan gulma biasanya dilakukan
sebanyak dua kali dalam satu musim tanam. Untuk menghemat biaya, lakukan
penyiangan bersamaan dengan pemberian pupuk susulan. Namun apabila serangan
gulma menghebat, segera lakukan penyiangan tanpa menunggu pemberian pupuk
susulan.
Pengendalian hama
dan penyakit
Budidaya bawang merah mempunyai
banyak jenis hama dan penyakit. Namun yang paling sering menyerang di
sentra-sentra produksi adalah hama ulat dan penyakit layu.
Hama ulat (Spodoptera
sp.) menyerang daun, gejalanya terlihat bercak putih pada daun. Bila
daun diteropong terlihat seperti gigitan ulat. Hama ini ditanggulangi dengan
pemungutan manual, ulat dan telur diambil untuk dimusnahkan. Bisa juga dengan
menggunakan feromon sex perangkap, gunakan sebanyak 40 buah per hektar. Bila
serangan menghebat, kerusakan lebih dari 5% per rumpun daun, semprot dengan
insektisida yang berbahan aktif klorfirifos.
Penyakit layu fusarium, disebabkan
oleh cendawan. Gejalanya daun menguning dan seperti terpilin. Bagian pangkal
batang membusuk. Penanganannya dengan mencabut tanaman yang mati kemudian
membakarnya. Penyemprotan bisa menggunakan fungsidia.
Panen budidaya bawang merah
Ciri-ciri budidaya bawang merah siap
panen apabila 60-70% daun sudah mulai rebah. Atau, lakukan pemeriksaan umbi
secara acak. Khusus untuk pembenihan umbi, tingkat kerebahan harus mencapai
lebih dari 90%.
Budidaya bawang merah biasanya sudah
bisa dipanen setelah 55-70 hari sejak tanam. Produktivitas bawang merah dangat
bervariasi tergantung dari kondisi lahan, iklim, cuaca dan varietas. Di
Indonesia, produktivitas budidaya bawang merah berkisar 3-12 ton per hektar
dengan rata-rata nasional 9,47 ton per hektar.
Umbi bawang merah yang telah dipanen
harus dikeringkan terlebih dahulu. Penjemuran penjemuran bisa berlangsung
hingga 7-14 hari. Pembalikan dilakuan setiap 2-3 hari. Bawang yang telah
kering, kadar air 85%, siap untuk disimpan atau dipasarkan.
Sumber : alamtani.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar